19 Mei 2025

Bersua Blog

Seputar Tips Terbaru

PBB dan Mitra Upayakan Dana Rp15 Triliun untuk Tangani Krisis Rohingya

PBB Tangani Krisis Rohingya

Sumber: antaranews.com

Bersua – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama mitra internasionalnya telah mengumumkan pencarian dana sebesar 934,5 juta dolar AS atau sekitar Rp15,47 triliun guna membiayai penanganan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Bangladesh.

Dana tersebut direncanakan untuk digunakan dalam periode 2025, dengan tujuan mendukung hampir satu juta pengungsi Rohingya serta membantu lebih dari 390.000 warga Bangladesh yang hidup dalam kondisi rentan di komunitas tuan rumah. Informasi ini disampaikan dalam laporan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Senin (24/3).

Untuk pertama kalinya, Bangladesh menerapkan rencana tanggapan dengan durasi dua tahun, yang mencerminkan semakin berkepanjangannya krisis dan memburuknya kondisi di kamp-kamp pengungsian. Melalui anggaran yang diperluas ini, berbagai upaya akan dilakukan, termasuk peningkatan ketahanan pangan, penanganan malnutrisi, serta peningkatan keamanan bagi para pengungsi.

Berbagai prioritas telah ditetapkan dalam rencana ini, antara lain pembangunan tempat tinggal sementara yang lebih aman, perbaikan infrastruktur, serta program ketahanan guna mengurangi kerentanan pengungsi terhadap berbagai risiko. Selain itu, pendanaan ini juga akan dialokasikan untuk menangani kasus malnutrisi yang parah serta meningkatkan akses terhadap bantuan pangan dan layanan keamanan di kamp-kamp pengungsian.

Lebih jauh lagi, penyediaan peluang ekonomi, pengembangan keterampilan, serta solusi tempat tinggal sementara akan menjadi bagian dari strategi untuk mengatasi kesenjangan pendanaan. Inisiatif ini juga bertujuan mendukung repatriasi sukarela serta memperkuat keamanan di kamp-kamp dengan mengadakan pelatihan penegakan hukum dan program keterlibatan komunitas.

Saat ini, krisis Rohingya semakin diperburuk oleh gelombang pengungsi baru yang melarikan diri dari Myanmar akibat kembali terjadinya kekerasan di negara tersebut. Diperkirakan sekitar 50.000 orang telah menyeberang ke Bangladesh untuk mencari perlindungan, mengingat kelompok Rohingya terus menghadapi ancaman genosida sejak tahun 2017.

PBB dan organisasi mitranya juga mendesak komunitas internasional agar mempertahankan komitmen pendanaan mereka. Ditekankan bahwa tanpa dukungan finansial yang cukup, jatah makanan serta layanan esensial lainnya berisiko mengalami pemotongan drastis, yang dapat memperburuk kondisi para pengungsi.

Mereka juga mengingatkan bahwa tanpa adanya solusi politik jangka panjang, situasi Rohingya bisa semakin memburuk, berpotensi menyebabkan ketidakamanan yang lebih besar serta instabilitas di kawasan.

Direktur Jenderal Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Amy Pope, menyampaikan bahwa kondisi pengungsian yang berlangsung hingga delapan tahun seharusnya tidak terjadi. Ia menekankan bahwa jika terjadi pemotongan dana, komunitas Rohingya akan kehilangan akses terhadap makanan, perlindungan, serta kebutuhan dasar lainnya.

Selain itu, Pope juga menyoroti semakin memburuknya situasi keamanan di Cox’s Bazar, wilayah yang menjadi lokasi kamp pengungsian terbesar bagi Rohingya. Menurutnya, jika pendanaan dikurangi tanpa adanya solusi alternatif, maka banyak orang bisa kehilangan nyawa akibat kondisi yang semakin memburuk.

Sementara itu, Khalilur Rahman, yang bertindak sebagai perwakilan tinggi untuk penasihat utama dalam krisis Rohingya, menyampaikan bahwa beban menampung lebih dari satu juta pengungsi telah memberikan tekanan besar bagi Bangladesh. Oleh karena itu, ia menyerukan tanggung jawab yang lebih besar dari komunitas internasional untuk turut serta dalam menangani krisis ini.

Di sisi lain, Kepala UNHCR, Filippo Grandi, menegaskan bahwa solusi jangka panjang bagi Rohingya terletak di Myanmar. Ia menekankan pentingnya menciptakan perdamaian di negara bagian Rakhine, tempat di mana banyak pengungsi Rohingya berasal.

Grandi juga memperingatkan bahwa kekurangan dana dapat membawa dampak yang mengkhawatirkan. Ia mengungkapkan bahwa Program Pangan Dunia (WFP) sebelumnya telah mengurangi jatah makanan bagi pengungsi, yang langsung berdampak pada meningkatnya kasus malnutrisi.

Menurutnya, terdapat hubungan langsung antara bantuan kemanusiaan dan kelangsungan hidup pengungsi. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pendanaan yang cukup sangat diperlukan agar kebutuhan dasar para pengungsi tetap dapat terpenuhi.

Dengan meningkatnya tekanan terhadap kamp pengungsian serta ketidakpastian politik di Myanmar, krisis Rohingya tetap menjadi salah satu tantangan kemanusiaan terbesar yang harus segera ditangani melalui kerja sama global yang lebih kuat dan berkelanjutan.